Epistemology of Hadith in Syafi'iyyah And It’s Effect in Istinbāṭ Al-Ahkām

This study aims to examine the Hadith in Syafi'iyah Ulama. Historically, style of thought scholars has focused on two schools, namely: mutakallim school pioneered by Syafi'iyyah and Ahnāf school, known as fuqahā', which Hanafi built. These schools have different paradigms, including Hadith, especially when istinbāṭ al-Ahkām. There are three points obtained this study; first, divide (from aspect quantity) into two, namely mutawātir ahād Hadith. Second, agree that Mutawātir hadith can be used a basis for source law. At same time, mursal provide certain conditions making sources Third, from qat'iy-ẓanniy 'ām-takhs, view word 'āmm is Zanni, so pronunciation 'āmm, what Qur'an interpreted with Qiyas because they both Zanni. Zanni argues there no obstacle assessing Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang hadis dalam Ulama Syāfi’iyah. Dalam sejarahnya, corak pemikiran para ulama terpusat pada dua aliran, yaitu aliran mutakallimīn yang dipelopori oleh Syāfi’iyyah dan atau dikenal dengan fuqahā’ dibangun Hanafiyah. Dua memiliki paradigma berbeda termasuk didalamnya kajian Hadis, khususnya ketika Ada tiga poin didapatkan penelitian ini, pertama aspek pembagian, membagi (dari kuantitas) menjadi dua, Hadis ahād. Kedua kedudukan menggali hukum, hal sepakat bahwa dapat dijadikan landasan sebagai sumber hukum. Sementara memberikan syarat-syarat tertentu didalam menjadikan Ketiga, dari qat’iy-ẓanniy ‘ām-takhsīṣ, pandangan lafaz ‘āmm adalah ẓanni sehingga ada al-Qur’an bisa di takhsīṣ qiyas karena sama-sama bersifat ẓanni. Dalil tidak halangan men-takhshīṣ